Ulama fiqih (fuqaha) mensyaratkan aset yang menjadi objek zakat adalah aset yang tergolong dalam maal naamy atau harta produktif. Harta produktif berarti harta tersebut tumbuh, berkembang biak, memberikan hasil, keuntungan, buah, atau pendapatan bagi pemiliknya. Pertumbuhan harta disini mengarah pada pertumbuhan secara riil atau memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman dan hewan tergolong maal naamy, karena secara natural berkembang dan menghasilkan buah atau keturunan. Emas dan perak (mata uang) termasuk maal naamy, karena diciptakan oleh Allah -ta`ala- agar diputar untuk kegiatan produktif. Aset disiapkan untuk ditumbuhkan dan dikembangkan dengan skema dagang (tijarah) guna memperoleh laba, dengan isamah (penggembalaan) untuk penggemukan, susu, atau pengembangbiakan, atau dengan zira’ah (pertanian) guna menghasilkan buah.
Syarat produktivitas dalam zakat maal memberi arti bahwa aset yang tidak berkembang (produktif) dan tidak dimaksudkan untuk tumbuh dan menghasilkan, tidak dibebankan atasnya kewajiban zakat. Rumah yang dihuni dan digunakan untuk kepentingan pribadi, kendaraan yang digunakan untuk transportasi pribadi, emas yang digunakan untuk perhiasan sehari-hari oleh perempuan adalah harta yang tidak dimaksudkan untuk tumbuh, dengan demikian harta ini dikecualikan dari kewajiban zakat.
Syarat produktifitas aset dalam zakat didasarkan pada hadits Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam-: “Tidak ada kewajiban zakat pada kuda dan budak yang dimiliki muslim” (Muttafaq `alaih). Imam Nawawi -rahimahullah- menjelaskan maksud hadits ini, bahwa kuda dan budak yang tidak dizakati ketika digunakan untuk kepentingan pribadi, tidak dimaksudkan untuk tujuan produktif. Menurut Ibnu al-Humam -rahimahullah- apabila zakat diwajibkan atas aset yang tak produktif akan berdampak pada berkurangnya harta milik dan bisa menjadikan pemiliknya jatuh miskin.
Pada era tasyri` (risalah), Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- menetapkan zakat pada beberapa jenis harta yang memiliki potensi tumbuh dan berkembang (produktif). Pada masa itu, jenis-jenis objek harta atau aset produktif meliputi: an`am saaimah (hewan gembalaan: onta, sapi, domba); nuqud (uang: emas, perak); zuru` wa tsimar (hasil pertanian: gandum, kurma, anggur kering); `urudl tijarah (komoditas dagang); dan kunuz (benda purbakala, atau tambang).
Ulama sepakat bahwa beberapa jenis harta di atas merupakan objek zakat dikarenakan produktivitasnya, baik secara riil maupun potensi untuk tumbuh dan berkembang. Onta, sapi, kambing berkembang secara riil dan natural sehingga bisa dinikmati hasilnya berupa daging, susu, dan berkembangbiaknya. Komoditas pertanian (zira`ah) berkembang secara natural sehingga bisa dinikmati hasil dan buahnya. Barang dagangan juga berkembang melalui upaya pengelolaan oleh pedagang sehingga menghasilkan laba halal. Uang juga dikategorikan sebagai harta produktif mengingat maksud dan tujuan keberadaannya sebagai media pertukaran dan standar nilai. Apabila uang digunakan untuk transaksi, maka akan menghasilkan laba atau pendapatan. Apabila uang ditahan, disimpan, dan ditarik dari peredaran sehingga keluar dari tujuan utamanya, maka pemilik bertanggung jawab dan dipaksa oleh syara` untuk berzakat agar uang kembali kepada tujuan aslinya, yaitu berputar dan berkembang.
Madzhab Imam Malik dianggap paling leluasa dalam menerapkan syarat nama` (tumbuh dan berkembang). Madzhab ini berpendapat bahwa piutang yang ada pada pihak lain tidak dizakati hingga benar-benar telah diterima oleh kreditur, dan dizakati sekali saat diterima, meskipun piutang itu telah beberapa tahun di tangan debitur, karena piutang saat berada di tangan debitur tidak tumbuh dan berkembang. Demikian pula dengan komoditas dagang yang tergolong lambat perputarannya, seperti properti, bagi Madzhab Maliki dibayarkan zakatnya di saat properti itu terjual, sebab pertumbuhan jenis dagangan ini dicapai saat telah terjual.
Bersambung…
Oleh:
Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA
Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
—
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425
Konfirmasi: 0823 3770 6554
—
LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019