Pendidikan Karakter Anak Dimulai dari Rumah

Pendidikan Karakter Anak Dimulai dari Rumah

Apakah kita merasa heran, bila ada anak-anak yang telah bersekolah di institusi islami dengan biaya mahal dan diasuh ustadz ustadzah terbaik; tetapi masih belum menghasilkan karakter yang memuaskan? “Pesantrennya terkenal menghasilkan huffadz. Kok anakku gak semangat menghafal Quran? Jangankan hafal Quran, sholat aja malas.” “Katanya sekolah Islam itu terkenal disiplin, tapi anakku masih aja gak mandiri.” “Padahal bayarannya mahal lho, kok anakku gak berkembang character buildingnya?” Sebagus apapun sebuah sekolah, tak dapat mengalahkan pendidikan utama dari rumah. Sekolah boleh ternama, mahal, bergengsi; namun cetakan pertama tentu dari rumah.
Memang, sekolah turut membentuk karakter seorang anak, namun tak sampai seratus persen. Bahkan, bila pendidikan anak di rumah dan sekolah bertentangan, akan menghasilkan cetakan yang berantakan. Indonesia mencanangkan 18 pendidikan karakter yang perlu didapatkan seorang anak. Delapan Belas tersebut adalah : religius, jujur, toleransi, kerja keras, disiplin, kreatif, mandiri demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi; hingga tanggung jawab. Ambil salah satu contoh : karakter religius. Religiusitas tidak bisa didapat hanya di sekolah atau pondok pesantren. Di sekolah misalnya, anak hanya belajar sholat dzuhur dan ashar berjamaah. Bagaimana subuh, maghrib, dan isya? Baiklah, bila di pondok pesantren akan belajar sholat lima waktu, namun ia tidak selamanya berada di lingkungan yang mendukung. Rumah tetaplah menjadi pondasi awalnya. Dalam perkara sholat, terkandung banyak sekali pelajaran. Ambil contoh sholat subuh. Bagaimana seorang anak harus terbiasa melawan kantuk, menahan hawa dingin, tidur terjadwal, bangun secara mandiri. Ayah dan ibulah teladan bagaimana anak-anak berkembang. Bila pendidikan macam itu hanya didapatkan di pondok, maka anak hanya akan baik saat berada di pondok tetapi tidak demikian saat di rumah. Berawal dari yang Kecil Kebiasaan kecil di rumah akan terbawa hingga ke luar. Bila di rumah dibiasakan disiplin terkait kepemilikan, misalnya, anak tidak akan terbiasa ghasab alias meminjam tanpa izin. Orangtua mungkin merasa ,”antar saudara kan gak papa pinjam meminjam?” Tentu, sesama saudara wajib saling membantu. Namun, jika orangtua lupa menjelaskan bahwa hal ‘pinjam meminjam’ itu pun ada aturannya; kebiasaan tersebut terbawa hingga ke luar rumah. Pinjam pensil, buku, alat sholat dan seterusnya. Sekali dua kali mungkin tak mengapa. Bila berulangkali dan yang terpatri di benak anak-anak adalah, “…ah, nanti pinjam charger temanku aja. Kan dia pasti bawa,” ; maka perilaku pinjam meminjam beralih menjadi karakter yang tidak mandiri. Selalu mengandalkan orang lain untuk mengatasi masalah. Banyak sekali hal kecil yang merupakan perilaku sehari-hari di rumah, menjadi kebiasaan yang menempel di diri seorang anak dan susah untuk dilepaskan. Kebiasaan bicara jorok, kebiasaan agresif, kebiasaan menunda pekerjaan, kebiasaan tidak mandiri dst. Orang tua perlu kembali melihat perilaku anak-anak yang bersumber dari kebiasaan kecil ini dan mulai menjadwalkan kedisiplinan. Bercita-cita Besar Kita semua berharap, anakanak tumbuh menjadi pribadi yang membanggakan. Bercita-cita menjadi pemimpin bangsa, ulama besar, pengusaha sukses, pemilik perusahaan, politikus tangguh, traveller mancanegara sekaligus pendakwah, youtuber dengan subscriber jutaan dan seterusnya. Cita-cita besar ini tidak cukup hanya diperoleh dari mata pelajaran dan mata kuliah di sekolah atau kampus. Rumah harus menjadi markas utama yang akan mendidik anak-anak kita melakukan kebiasaan-kebiasaan kecil yang bermanfaat hingga menjadi perilaku disiplin yang memiliki target besar. Cita-cita besar harus memiliki pondasi kuat. Mengapa harus meraihnya, bagaimana prosesnya, sejauh mana ujian yang menghadang dan seperti apa individu harus luwes menghadapi tantangan. Ayah dan ibu diharapkan hadir di sini untuk terus memompa semangat Ananda, memberikan contoh melalui serangkaian proses. “Nak, kamu berbakat jadi pebisnis kayak Sandiaga Uno, lho. Kamu kan pintar jualan.” Maka Ananda akan belajar berbisnis kecil-kecilan, semisal jualan kue ke temantemannya. Apa tantangannya? Banyak sekali! Mulai dari dagangan tidak laku, pembayaran yang tidak berjalan, sampai teman-teman meminta diskonan. Anak mungkin merasa tak mampu menghadapi sikap teman-temannya yang menuntut gratisan atau kondisi merugi. Di situlah orangtua akan membantu Ananda agar ia mulai belajar berkomunikasi sebagai pebisnis, bukan hanya bisa berdagang saja. Begitupun, jika Ananda memiliki sederet cita-cita yang lain. Tanpa pendidikan yang kuat dari rumah; mustahil jalan panjang menuju kesuksesan akan terbangun. Semoga Ayah dan Bunda senantiasa mendapatkan rahmat dan bimbingan Allah Swt. —————————————- Bunda Sinta Yudisia Penulis, orang tua, dan pemerhari anak & remaja — Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank: BSI: 708 2604 191 a.n Lembaga Manajemen Infaq atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425 Konfirmasi: 0823 3770 6554 — LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554 SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021 SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *