Nishab dan Haul Zakat Maal

Nishab dan Haul Zakat Maal

Nishab merupakan salah satu syarat wajib zakat, yakni batas minimal kekayaan seorang muslim sehingga pemiliknya dianggap sebagai muzakki (wajib zakat) dan diwajibkan mengeluarkan zakat atas harta tersebut. Setiap jenis harta, besar nishabnya berbedabeda. Pemberlakukan nishab harta terikat oleh dua syarat: pertama, harta milik lebih dari kebutuhan yang paling pokok, seperti pangan, sandang, papan dan kendaraan serta alat-alat yang digunakan untuk bekerja. Kedua, harta yang mencapai nishab itu berlalu haul (periode setahun).

Hadits-hadits tentang nishab yang spesifik pada jenis harta, seperti kambing, sapi, emas, perak mengisyaratkan bahwa yang berbeda tidak disatukan untuk memenuhi batas nishab. Secara teknis, apabila seorang muslim memiliki emas 75 gram (belum mencapai nishab) dan 400 gram perak (belum mencapai nishab), menurut Imam Nawawi dan Ibnu Qudamah bahwa emas dan perak atau dirham tidak digabung karena keduanya berbeda jenis. Emas dan perak juga berbeda dalam kriteria nishabnya. Adapun Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah dan Majma` Fiqih Islam memilih pendapat Hanafiyah dan Malikiyah bahwa emas dan perak digabung untuk melengkapi nishab, karena keduanya dianggap sama, yaitu sebagai alat pembayaran dan sebagai perhiasan.

Perbedaan pendapat tentang penggabungan emas dan perak dalam satu nishab ini ketika keduanya sebagai milik individu yang tidak diperdagangkan. Tetapi, apabila seorang pedagang menjual emas, perak, dan komoditasnya lainnya, maka ulama sepakat bahwa semua jenis barang dijadikan satu sebagai barang dagangan untuk menetapkan nishabnya.

Haul dalam Bahasa Arab berarti sanah (tahun) dikarenakan pergantiannya; dauran (perputaran), karena tahun (kehidupan) berputar; taghayyur wa tahawwul (berubah dan berganti), karena tahun berubah dan berganti; zawal (hilang, berlalu), karena tahun berlalu dan tak pernah kembali. Beberapa makna bahasa ini turut menentukan arti haul yaitu jangka waktu setahun sebagai periode kepemilikan atas harta. Haul menjadi syarat wajibnya zakat pada sebagian jenis harta. Syarat haul dalam zakat maal ini memiliki hikmah, diantaranya adalah dalam periode setahun harta berpeluang untuk tumbuh dan berkembang sehingga berdampak pada peningkatan nilai dan penambahan nilai zakat; Periode tahunan bisa menghindari terjadinya zakat ganda pada satu periode sehingga tidak menurunkan kuantitas modal.

Keberadaan syarat haul didasarkan pada hadits, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). Tetapi, hadits haul tidak diberlakukan pada semua jenis objek zakat maal. Pertama, jenis harta yang tidak disyaratkan haul padanya, seperti hasil pertanian atau hasil tambang. Untuk jenis ini berlaku ketentuan ayat, “Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan tunaikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya” (QS. Al-An`am: 141). Kedua, jenis harta yang terikat oleh syarat haul, seperti perhiasan emas, perak, uang. Ketiga, jenis harta dimana keberadaan syarat haul diperselisihkan oleh ulama. Sebagai contoh, terhadap almaal al-mustafaad, harta yang diperoleh melalui bisnis (laba), kerja (gaji), waris dan sebagainya,X ulama` berbeda pendapat apakah pada jenis harta ini disyaratkan haul atau tidak.

Patokan perhitungan haul (periode setahun) zakat mengacu kepada kalender hijriyah, bukan masehi. Patokan ini didasarkan pada ayat-ayat AlQur`an tentang perhitungan tahun dan bulan qamariyah, seperti Yunus ayat 5, Al-Baqarah 189, dan Al-Taubah 36.

Alasan penggunaan patokan hijriyah ini adalah bahwa semua praktik ibadah, termasuk penetapan haul zakat, mengacu pada kalender hijriyah, bukan masehi. Alasan lain, terdapat selisih hari antara hijriyah dan masehi, padahal zakat merupakan kewajiban yang bersifat fauri (menuntut segera saat tiba waktunya). Apabila beralih kepada kalender masehi dikhawatirkan terjadi penundaan pembayaran zakat. Tetapi ulama kontemporer memberi ruang bagi penggunaan kalender masehi sebagai patokan haul, yaitu dalam kondisi sulit menggunakan kalender hijriyah. Hanya saja, bila kalender masehi menjadi acuan, maka diharuskan mempertimbangkan selisih hari antara masehi terhadap hijriyah. Selisih ini diperhitungan dengan menambah besaran zakat menjadi 2,577 %.


Bersambung di Bagian 2

Oleh:
Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA
Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang


Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *