
Doa, Bahasa Komunikasi yang Tak Pernah Basi

Bantu Semua Hidup Jadi Berkah
Qanaah adalah sikap menerima dengan senang hati apapun yang dimiliki dan menjadi bagiannya. Sikap tidak menerima atas apa yang telah dimiliki, hanya akan menghilangkan keterkaitan hati dengan Allah SWT. Akibatnya, nikmat kehidupan yang sebenarnya tidak akan bisa dirasakan. Sementara kehidupannya menjadi tidak tertata. Sebaliknya, ridha dengan pemberian, mensyukuri pemberian Allah SWT, dan menginvestasikannya untuk hal yang bermanfaat, maka inilah sebenarnya yang disebut kaya nan mulia.
Allah SWT berjanji kepada orang yang hatinya selalu ridha, akan memenuhi hatinya dengan kekayaan, rasa aman, penuh dengan cinta, dan tawakal kepada-Nya. Sebaliknya, bagi yang tidak ridha, hatinya akan dipenuhi dengan kebencian, kemungkaran, dan durhaka.
Pantaskah sebagai seorang hamba mengaku kekurangan, sementara pada waktu yang sama, kita masih memiliki akal. Seandainya akal itu akan dibeli orang atau ditukar dengan emas sebesar gunung, kita pasti tidak akan menerimanya.
Kita memiliki dua mata yang sekiranya dibayar dengan permata sebesar Gunung Uhud, pasti kita tidak rela. Banyak orang yang tidak mau mengakui kekayaan yang Allah limpahkan kepada diri mereka. Kekayaan hanya mereka ukur dengan materi, banyaknya harta, dan pangkat yang tinggi.
Mengapa kita tidak belajar bersyukur atas nikmat agama, akal, kesehatan, pendengaran, penglihatan, rezeki, keluarga, dan nikmat lain yang tak terhitung? Padahal di antara manusia itu ada yang hilang akalnya, terampas kesehatannya, dipenjara, dilumpuhkan, atau ditimpakan bencana.
Kini saatnya untuk menyadari bahwa kita sebenarnya adalah orang yang kaya. Caranya dengan selalu qanaah dan merasa ridha. Bersyukur dengan apa yang kita miliki, sehingga hidup lebih bermakna, berkah, serta lebih berarti. Harta benda yang kita miliki, betapapun terbatasnya, itu adalah anugerah dari Dzat yang kita harapkan cinta-Nya. Bukankah pemberian dari sang kekasih itu sangat berharga?
Semoga kita menjadi hamba yang qana’ah. Aamiin.
—————————————
Ustadz Nasiruddin Al Bajuri, S. Th.I, M.Ag
Dewan Pengawas Syariah Laznas LMI
—
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425
Konfirmasi: 0823 3770 6554
—
LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019
Pertanyaan:
Bismillah. Mohon izin konsultasi, ustadz. Saya pernah mendengar kalau sebaiknya pakaian wanita itu panjangnya dibawah mata kaki tapi tidak boleh lebih dari 2 jengkal tangan. Tapi pakai rok/gamis yang kepanjangan seperti itu kemudian menyapu sepanjang jalan bahkan saat ke kamar mandi, apakah tidak najis? (Zahra – Gresik)
Jawaban
Terdapat dua kewajiban yang harus diperhatikan dalam masalah ini. Pertama adalah kewajiban menggunakan pakaian yang menutup aurat bagi muslimah, dan kedua kewajiban menjaga pakaian tersebut agar tidak terkena najis. Keduanya penting dan sama-sama terkait dengan sahnya ibadah. Kaki adalah aurat yang harus ditutupi bagi seorang muslimah, dan menutupinya bisa dengan menjulurkan pakaian maupun
menggunakan kaos kaki.
Dalam hadis riwayat al-Tirmidzi (No. 1731) dari Ibnu Umar dijelaskan bahwa Rasulullah memberi petunjuk agar pakaian muslimah dijulurkan sepanjang satu jengkal. Ummu Salamah menyela bahwa dengan hanya satu jengkal maka kaki masih terlihat. Rasulullah kemudian menganjurkan maksimal dua jengkal dan tidak boleh lebih. Pakaian yang menjulur tentu berkonsekuensi rentan terkena najis, sehingga harus lebih berhati-hati, terlebih kondisi lingkungan di Indonesia berbeda dengan di Madinah yang tanahnya berpasir dan berbatu serta jarang turun hujan.
Pakaian yang menyapu tanah tidak mesti najis. Jika pakaian tersebut kering dan tanah yang dilewati juga kering meskipun rentan terdapat najis di tanah tersebut maka tetap dihukumi suci, karena hukum asal dari tanah adalah suci. Jika salah satu atau keduanya basah maka perlu dipastikan terlebih dahulu apakah tekena najis atau tidak. Jika terkena najis maka harus dicuci bagian yang terkena najis itu saja, misalnya
bagian ujung dari pakaian tersebut, tidak harus semuanya.
(Syarah Shaghir, 1/76).
Sementara untuk kamar mandi memang dugaan terkuat (ghalabatun dhann) adalah najis ketika dalam keadaan basah karena merupakan
tempat buang air. Tapi tempat seperti ini umumnya tertutup dari lawan jenis, sehingga muslimah bisa lebih berhati-hati dengan menaikkan pakaiannya supaya tidak terkena najis. Untuk konteks lingkungan di Indonesia, mungkin yang lebih cocok adalah pakaian di bawah mati kaki, lalu dilengkapi dengan kaos kaki. Dengan begitu, aurat terjaga dan kesucian pakaian juga terjaga.
Oleh:
Ustaz Nasiruddin Al Baijuri, S.Th.I., M.Ag
Dewan Pengawas Syariah LMI
—
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425
Konfirmasi: 0823 3770 6554
—
LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum ustadz. Darah nyamuk yang terkena baju apakah najis? dan sebenarnya batasan mengenai najisnya darah (apapun) itu seperti apa ya?
(Fatimah- Surabaya)
Jawaban:
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan madzhab fikih mengenai hukum darah nyamuk. Madzhab Hanabilah berpendapat suci, Malikiyah mengatakan harus dibasuh jika kadarnya banyak tanpa menegaskan kenajisannya, dan Syafi’iyah mengatakan najis
yang dimaafkan jika kadarnya sedikit.
Hanabilah memang berpendapat bahwa darah nyamuk itu suci, tapi tidak ada penjelasan bagaimana hukumnya jika darah nyamuk itu banyak, semisal ada sekian banyak nyamuk yang darahnya dikumpulkan menjadi satu. Malikiyah memang tak secara tegas mengatakan darah nyamuk itu najis, tapi jika kadarnya banyak beliau mengharuskan untuk dibasuh. (al-Mudawwanah, 1/21). Syafi’iyah memang secara jelas mengatakan darah nyamuk itu najis, tapi jika kadarnya sedikit maka hukumnya di-ma’fu.
(al-Majmu’ Syarh Muhaddzab, 1/177).
Terdapat benang merah dari beberapa pendapat ulama di atas, yaitu darah nyamuk yang kadarnya sedikit tidak menjadi masalah, sedangkan jika kadarnya banyak maka seharusnya dicuci terlebih dahulu. Hal ini untuk menghindari perbedaan pendapat di
kalangan ulama.
Nah, ukuran sedikit itu seperti apa? Syafi’iyah dan Hanabilah tidak membuat ukuran yang jelas, mereka hanya menyebut bahwa kadar yang menurut kebiasaan disebut sedikit maka dihukumi sedikit. Hal ini berlaku untuk jenis darah apapun. Sementara Hanafiyah dan Malikiyah lebih jelas dalam hal ini, yaitu darah yang seukuran koin dirham atau lebih disebut sedikit. Hal ini juga berlaku untuk darah apapun.
(al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, 1/172).
Mengacu pada alat ukur koin sebagaimana keterangan di atas maka darah dari tiga ekor nyamuk masih terhitung sedikit dan dimaafkan (ma’fu ‘anhu).
Oleh:
Ustaz Prof. Dr. H. M. Roem Rowi, MA
Dewan Pengawas Syariah LMI
—
—
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425
Konfirmasi: 0823 3770 6554
—
LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019