Bagaimana Zakat pada Masa Rasulullah SAW?

Bagaimana Zakat pada Masa Rasulullah SAW?

Era kenabian disebut `ahdu tasyri`, yaitu era penetapan hukum. Rasulullah diutus oleh Allah untuk menyampaikan dan mengajarkan ketetapan hukum Allah kepada manusia, termasuk hukum zakat. Pada fase Makkiyah, turun beberapa ayat yang menyebutkan kata zakat, di antaranya Al-Muzammil: 20, Al-Ma’arij: 24-25, Al-Mukminun: 4, Al-Rum:39, Fushilat: 6-7. Sehingga pada dasarnya zakat telah diwajibkan secara global saat Rasulullah memulai dakwahnya di Mekkah yang pemberlakuannya didasarkan pada kesadaran orang-orang kaya. Adapun pada fase Madinah, ketetapan zakat bersifat rincian (tafshili) dan menggunakan pendekatan kekuasaan. Peran Rasulullah dalam hukum zakat adalah menegaskan, menjelaskan, merinci, dan membatasi ayat-ayat tentang zakat. Al-Qur`an menyebutkan beberapa ayat global tentang zakat, kemudian hadits Rasulullah menjelaskan ayat-ayat itu. Rasulullah menegaskan kewajiban zakat, menempatkannya sebagai bukti iman (Al-Mukminun: 4), dan menjadikannya sebagai bagian bagunan Islam (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Islam tidak lengkap tanpa zakat atas yang mampu. Muslim tidak sempurna imannya tanpa menginfakkan sebagian hartanya (Al-Baqarah: 3). Bangunan Islam dalam diri muslim yang kaya akan runtuh bila meninggalkan zakat. Muslim akan meraih kebajikan sempurna (al-birr) dengan zakat yang ditunaikannya (Al-Baqarah: 177). Serta peringatan bagi yang enggan menunaikan zakat akan disetrika punggung dan lambungnya dengan api neraka (HR. Muslim: 987)
Pada era risalah, Rasulullah merinci zakat menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat maal (harta). Tentang zakat fitrah, Rasulullah menyebutkan hadits yang berisi jenis, fungsi, dan waktu mengeluarkannya. Sedangkan Rincian zakat maal dijelaskan oleh Rasulullah SAW saat di Madinah. Beberapa riwayat hadits menambahkan rincian jenis harta yang menjadi objek zakat. Al-Qur`an menyebutkan beberapa objek zakat maal, diantaranya emas dan perak (Al-Taubah: 34), hasil bumi (Al-Baqarah: 267), hasil usaha (Al-Baqarah: 267), hasil pertanian (Al-An`am: 141). Era tasyri` juga ditandai dengan penetapan sasaran zakat. Al-Qur`an menyebutkan 8 golongan yang berhak menerima zakat. Ayat At-Taubah 60 menjadi acuan rincian mustahik atau penerima zakat, yaitu para fakir, miskin, amil zakat, muallaf, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang yang sedang dalam perjalanan. Ajaran penting yang ditegaskan oleh Rasulullah sebagai penunjang sukses zakat adalah etika amil. Setiap amil diharuskan komitmen pada arahan wahyu dan mengesampingkan nafsu. Rasulullah mengingatkan, “Kalian akan melihat ‘atsarah’ (sikap mementingkan diri, golongan) dan kasus-kasus yang kalian mengingkarinya”. Dalam situasi seperti itu, Rasulullah berpesan kepada amil, “Tunaikanlah kepada mereka hak-haknya dan mintalah hak kalian kepada Allah” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Beliau mencontohkan, bahwa kedudukan beliau terhadap zakat hanyalah qasim (seorang pembagi). Karena itu beliau menyampaikan, “Sungguh, aku memberi seseorang (zakat) atau tidak memberinya (bukan karena nafsu). Aku hanya pembagi yang membagi sesuai yang diperintahkan” (HR. Al-Bukhari). Pada era Madinah, zakat dibayarkan oleh para sahabat kepada Rasulullah atau para sahabat yang mendapat mandat dari Nabi. Praktik ini menegaskan pola kelembagaan dalam pembayaran zakat sebagai implementasi dari ayat Al-Taubah: 103 yang secara redaksi ditujukan kepada Rasulullah (khudz min amwalihim) tetapi pemberlakuannya tidak terbatas pada era nabi dan hanya untuk nabi. Melainkan berlakuuntuk semua umat dan para pemimpin pasca kepemimpinan nubuwwah. Sehingga amil zakat bukanlah personal melainkan lembaga yang berwenang mengelola zakat masyarakat. Nilai etis lain yang mengikat amil adalah kesadaran bahwa lembaga zakat merupakan ruang bina diri dan uji diri. Pekerjaan amil merupakan ujian kualitas keimanan sebagaimana Rasulullah mengajarkan, “Barangsiapa mengambil harta orang lain dan berniat menunaikan harta itu, maka Allah membantu menunaikan amanahnya. Barang siapa mengambil harta orang lain dengan niat merusaknya, maka Allah merusaknya” (HR. Al-Bukhari). Zakat di era tasyri` telah ditetapkan kewajibannya, jenis-jenis objeknya, kadar nishab dan besaran kewajibannya, serta pihak yang berhak menerima distribusinya. Rasulullah juga mengajarkan kode etik pengelola zakat sehingga amanah dan terarah sasaran distribusinya. Zakat disyariatkan sebagai saluran distribusi kekayaan. Sebagaimana terjadi di zaman Rasulullah, bahwa beliau menjadi jembatan (qasim, pembagi, amil) antara para sahabat yang kaya dengan sahabat yang hidup kekurangan. Oleh: Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Sobat zakat, yuk tunaikan zakat maal dan zakat fitrah di bulan Ramadhan 1444 H ini melalui LMI!
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui transfer bank: BSI: 708 2604 191 a.n Lembaga Manajemen Infaq atau klik: https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425 untuk sedekah https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1177 untuk zakat penghasilan https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1405 untuk zakat fitrah Konfirmasi: 0823 3770 6554
LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554 SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021 SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *