Siapa yang Menjamin Umurmu Bertahan Besok?

Siapa yang Menjamin Umurmu Bertahan Besok?

Kita hidup di dunia ini sebenarnya hanya dalam tiga kelompok hari, yaitu hari kemarin, hari ini dan hari esok. Hari kemarin harus kita pertanggung jawabkan, hari ini harus kita jalani dan hari esok harus kita rencanakan. Meskipun demikian, kita tidak tahu sampai esok kapan kita bertahan di dunia ini. Bisa jadi tahun depan kita sudah tidak bisa berjumpa, boleh jadi bulan depan kita sudah tiada, dan bahkan boleh jadi esok pagi kita sudah tidak bersua karena harus menghadap Allah SWT. Ajal sudah pasti tiba, namun kita tidak pernah mengetahui kapan datangnya. Sesuatu yang sudah pasti adalah ketika ajal itu tiba, tidak sedetikpun dapat digeser, baik dimajukan maupun dimundurkan. Oleh karena itu maka tindakan yang paling bijaksana adalah memanfaatkan sisa umur yang ada dengan menanamkan komitmen bahwa hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini. Kita tidak pernah tahu berapa lama umur yang masih tersisa, maka menyiapkan bekal kematian harus mulai saat ini juga dan tidak boleh ditunda-tunda. Bertaubat tidak boleh ditunda besok, karena tidak ada yang menjamin bahwa bahwa besok kita masih bernafas. Bertaubat tidak boleh menunggu tua, karena bisa jadi kita meninggal di usia muda. Bertaubat tidak boleh menunggu sakit, karena bisa jadi kita meninggal mendadak dalam keadaan sehat. Usia tidak harus panjang, yang paling penting adalah berkah dan berisi kebaikan. Usia umat Nabi Muhammad SAW tidaklah sepanjang usia umat-umat terdahulu. Dalam sebuah hadist disebutkan, usia mereka umumnya antara 60 sampai 70 tahun. Rasulullah SAW pernah mengadukan pendeknya usia umat beliau itu kepada Allah SWT. Dengan penuh kasih, Allah SWT menjelaskan, meski usia umat Islam lebih pendek dari umat lain, Allah SWT telah menganugerahkan banyak keutamaan. Di antaranya diturunkannya Lailatul Qadar, di setiap Bulan Ramadhan, malam yang nilainya lebih dari seribu bulan. Sejarah juga mencatat prestasi tokoh Islam yang meninggal di usia muda, yaitu Umar bin Abdul Aziz, yang pada tahun 99 H/717 M terpilih sebagai khalifah menggantikan Khalifah Sulaiman. Ketika itu usiannya 37 tahun. Ia dipandang sebagai khalifah paling adil dan paling sederhana di antara semua khalifah Bani Umayyah. Ia diakui sebagai khulafa’ur rasyidin yang kelima karena keadilannya. Demikianlah, hendaknya menjadi pembelajaran bagi kita bahwa bukan usia panjang yang terpenting, melainkan keberkahan usia. Keberkahan ditandai dengan bagusnya amal ibadah dan akhlaq serta karya yang bermanfaat bagi generasi sesudahnya. Semoga Allah SWT selalu memberi petunjuk pada kita agar memanfaatkan umur dengan sebaik-baiknya. Dan semoga kapanpun Allah berkenan mencabut nyawa kita semoga kita dalam keadaan siap, kapanpun, meskipun besok pagi. Aamiin. —————————————- Ustadz Nasiruddin Al Bajuri, S. Th.I, M.Ag Dewan Pengawas Syariah Laznas LMI — Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank: BSI: 708 2604 191 a.n Lembaga Manajemen Infaq atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425 Konfirmasi: 0823 3770 6554 — LAZ Nasional LMI Jakarta Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554 SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021 SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019
Bulan Dzulhijjah, Saatnya Semarakkan Qurban!

Bulan Dzulhijjah, Saatnya Semarakkan Qurban!

Bulan DzulHijjah termasuk bulan mulia, di dalamnya terdapat satu dari dua hari raya umat Islam, yaitu Idul Adha atau Idul Qurban. Disebut Idul Qurban karena pada hari tersebut hingga akhir hari tasyriq dilaksanakan ibadah kurban yaitu menyembelih hewan ternak yang merupakan syari’at turun menurun dari para nabi terdahulu. Qurban sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Nabi Adam ketika dua putranya yang bernama Qabil dan Habil berselisih lalu oleh Allah diperintahkan untuk berqurban sesuai jenis pekerjaan masing-masing. Waktu itu qurban Habil diterima sementara qurban Qabil ditolak, karena Allah hanya menerima qurban orang-orang yang bertaqwa. Kejadian ini dikisahkan oleh Allah dalam Surah al Maidah: 27.

Qurban menjadi sangat fenomenal di zaman Nabi Ibrahim karena jumlah hewan yang diqurbankan oleh beliau sangat banyak. Nabi Ibrahim memang terkenal sebagai Nabi yang dermawan, gemar bersedekah, dan tidak pernah mau makan kecuali bersama tetangganya yang fakir miskin. Dalam syariat yang dibawa oleh Rasulullah SAW, kurban tetap dilestarikan dan diperintahkan sebagaimana dalam surah al-Kautsar. Dalam hadits riwayat Ibnu Umar diceritakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan kurban sejak disyariatkan pada tahun ke 2 hijriyah hingga akhir hayatnya. (HR al-Tirmidzi: 1507). Rasulullah juga mengingatkan agar orang-orang yang kaya mau berkurban, atau jangan sekali-kali mendekati tempat shalat Rasulullah SAW. (HR. Ibnu Majah: 3123).

Karena Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan ibadah qurban itulah ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa qurban itu wajib bagi orang yang mampu. Sementara jumhur tetap berpendapat bahwa qurban itu sunnah muakkadah.

Qurban itu sangat dianjurkan setiap tahun bagi orang yang mampu. Qurban adalah ibadah sebagai wujud kepedulian. Oleh karena itu niat harus diluruskan, hanya lillahi ta’ala, bukan karena pamer kekayaan, bukan pula mempertontonkan kesalehan, apalagi sekedar konten media sosial. Allah SWT sudah meningatkan dalam surah al Haj: 37 bahwa yang sampai kepada Allah dari kurban itu adalah ketakwaan mudahhinya, bukan daging maupun darah hewan qurbannya.

Daging qurban harus dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan, kaum fakir miskin dan du’afa setidaknya 1/3 dari daging tersebut. Semakin daging kurban tersebut dapat menjangkau fakir miskin di pedalaman, yang melihat daging sebagai kemewahan, maka pahala yang diterima mudahhi semakin besar. Kenapa demikian? Karena di antara faktor yang membesarkan pahala sedekah adalah kebahagian penerimanya.

Semoga qurban kita diterima Allah SWT.
—————————————-

Ustadz  Nasiruddin Al Bajuri,  S. Th.I, M.Ag
Dewan Pengawas Syariah Laznas LMI


Yuk, tunaikan qurban terbaik Anda di LMI!
Qurban di LMI, Pasti Dapat Hewan Jantan dan Sesuai Syariat dengan Harga Sepadan!

Tunaikan qurban melalui website:
qurban.zakato.co.id
bantusemua.id


LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Zakat Asset Produktif – Bagian 1

Zakat Asset Produktif – Bagian 1

Ulama fiqih (fuqaha) mensyaratkan aset yang menjadi objek zakat adalah aset yang tergolong dalam maal naamy atau harta produktif. Harta produktif berarti harta tersebut tumbuh, berkembang biak, memberikan hasil, keuntungan, buah, atau pendapatan bagi pemiliknya. Pertumbuhan harta disini mengarah pada pertumbuhan secara riil atau memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman dan hewan tergolong maal naamy, karena secara natural berkembang dan menghasilkan buah atau keturunan. Emas dan perak (mata uang) termasuk maal naamy, karena diciptakan oleh Allah -ta`ala- agar diputar untuk kegiatan produktif. Aset disiapkan untuk ditumbuhkan dan dikembangkan dengan skema dagang (tijarah) guna memperoleh laba, dengan isamah (penggembalaan) untuk penggemukan, susu, atau pengembangbiakan, atau dengan zira’ah (pertanian) guna menghasilkan buah.

Syarat produktivitas dalam zakat maal memberi arti bahwa aset yang tidak berkembang (produktif) dan tidak dimaksudkan untuk tumbuh dan menghasilkan, tidak dibebankan atasnya kewajiban zakat. Rumah yang dihuni dan digunakan untuk kepentingan pribadi, kendaraan yang digunakan untuk transportasi pribadi, emas yang digunakan untuk perhiasan sehari-hari oleh perempuan adalah harta yang tidak dimaksudkan untuk tumbuh, dengan demikian harta ini dikecualikan dari kewajiban zakat.

Syarat produktifitas aset dalam zakat didasarkan pada hadits Nabi -shallallahu `alaihi wa sallam-: “Tidak ada kewajiban zakat pada kuda dan budak yang dimiliki muslim” (Muttafaq `alaih). Imam Nawawi -rahimahullah- menjelaskan maksud hadits ini, bahwa kuda dan budak yang tidak dizakati ketika digunakan untuk kepentingan pribadi, tidak dimaksudkan untuk tujuan produktif. Menurut Ibnu al-Humam -rahimahullah- apabila zakat diwajibkan atas aset yang tak produktif akan berdampak pada berkurangnya harta milik dan bisa menjadikan pemiliknya jatuh miskin.

Pada era tasyri` (risalah), Rasulullah -shallallahu `alaihi wa sallam- menetapkan zakat pada beberapa jenis harta yang memiliki potensi tumbuh dan berkembang (produktif). Pada masa itu, jenis-jenis objek harta atau aset produktif meliputi: an`am saaimah (hewan gembalaan: onta, sapi, domba); nuqud (uang: emas, perak); zuru` wa tsimar (hasil pertanian: gandum, kurma, anggur kering); `urudl tijarah (komoditas dagang); dan kunuz (benda purbakala, atau tambang).

Ulama sepakat bahwa beberapa jenis harta di atas merupakan objek zakat dikarenakan produktivitasnya, baik secara riil maupun potensi untuk tumbuh dan berkembang. Onta, sapi, kambing berkembang secara riil dan natural sehingga bisa dinikmati hasilnya berupa daging, susu, dan berkembangbiaknya. Komoditas pertanian (zira`ah) berkembang secara natural sehingga bisa dinikmati hasil dan buahnya. Barang dagangan juga berkembang melalui upaya pengelolaan oleh pedagang sehingga menghasilkan laba halal. Uang juga dikategorikan sebagai harta produktif mengingat maksud dan tujuan keberadaannya sebagai media pertukaran dan standar nilai. Apabila uang digunakan untuk transaksi, maka akan menghasilkan laba atau pendapatan. Apabila uang ditahan, disimpan, dan ditarik dari peredaran sehingga keluar dari tujuan utamanya, maka pemilik bertanggung jawab dan dipaksa oleh syara` untuk berzakat agar uang kembali kepada tujuan aslinya, yaitu berputar dan berkembang.

Madzhab Imam Malik dianggap paling leluasa dalam menerapkan syarat nama` (tumbuh dan berkembang). Madzhab ini berpendapat bahwa piutang yang ada pada pihak lain tidak dizakati hingga benar-benar telah diterima oleh kreditur, dan dizakati sekali saat diterima, meskipun piutang itu telah beberapa tahun di tangan debitur, karena piutang saat berada di tangan debitur tidak tumbuh dan berkembang. Demikian pula dengan komoditas dagang yang tergolong lambat perputarannya, seperti properti, bagi Madzhab Maliki dibayarkan zakatnya di saat properti itu terjual, sebab pertumbuhan jenis dagangan ini dicapai saat telah terjual.

Bersambung…

Oleh:
Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA
Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang


Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

3 Jenis Rezeki dari Allah SWT

3 Jenis Rezeki dari Allah SWT

Rezeki ditinjau dari bentuknya itu ada dua macam, yaitu material dan non material. Yang bersifat material seperti uang, rumah dll. Sedangkan yang non material seperi ketenangan, kesehatan dll. Sedangkan ditinjau dari sifatnya juga ada dua macam, yaitu ibtilaa’ (cobaan) dan ishthifa’ (pilihan). Rezeki sebagai cobaan adalah rezeki yang membuat manusia semakin jauh dari Allah, sampai akhirnya dia binasa sebagaimana telah Allah isyaratkan dalam surat al-Munafiqun: 10.


Rezeki sebagai ishthifa’ adalah rezeki yang hanya digunakan untuk Allah. Allah akan jadi pelindung bagi orang-orang seperti itu. Segala sesuatu yang ada pada mereka, mereka anggap sebagai milik Allah semata.

Sedangkan dari segi cara memperolehnya, rezeki terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1) Rezeki yang dijamin, yaitu rezeki yang Allah berikan kepada semua hambanya tanpa terkecuali. Rezeki ini diberikan kepada orang baik ataupun yang maksiat, yang muslim ataupun yang kafir. Hal ini digambarkan dalam firman Allah surat al-Ankabut: 60.

2). Rezeki yang digantungkan. Dalam artian rezeki ini hanya didapatkan oleh manusia apabila mereka menjemputnya dengan cara memaksimalkan ikhtiar. Walaupun rezeki manusia sudah ditentukan, namun kewajibannya untuk berikhtiar dengan cara menjemputnya tidak boleh ditinggalkan. Rizki semacam ini digambarkan oleh Allah dalam surat ar-Ra’d : 11

3). Rezeki yang dijanjikan. Yang dimaksud dijanjikan adalah rezeki yang Allah janjikan kepada orang yang bertakwa. Rezeki jenis ini juga sering disebut dengan rezeki yang tidak disangka-sangka, karena seringkali datang tidak terduga (min haitsu laa yahtasib) sebagaimana dalam al-Qur’an surah al-Thalaq: 3.

Semoga Allah senantiasa mencurahkan rezeki-Nya kepada kita, Aamin.

Ustadz Nasiruddin Al Bajuri, S. Th.I, M.Ag
Dewan Pengawas Syariah Laznas LMI


Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Arisan Qurban, Bolehkah?

Arisan Qurban, Bolehkah?

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum ustadz, ini saya dan teman-teman berinisiasi membuat arisan qurban. Mungkin dengan begini kami bisa merealisasikan qurban agar lebih ringan. Setiap tahun kita akan mengocok 2 nama untuk kemudian dibelikan hewan qurban atas nama yang bersangkutan. Apakah qurban dengan cara seperti ini diperbolehkan?

(Nahya – Surabaya)

Jawaban:

Ada dua permasalahan hukum yang harus diperhatikan dari arisan qurban ini, yaitu berhutang untuk qurban, dan menghindari riba dalam praktik arisan itu sendiri.

Pertama, Berhutang untuk qurban. Berhutang untuk melaksanakan ibadah qurban hukumnya boleh bagi orang yang memiliki kemampuan melunasi hutangnya, seperti orang yang memiliki aset untuk dijual atau orang yang masih produktif bekerja. Ibnu Taimiyah mengatakan: “Orang yang memiliki kemampuan melunasi hutang, lalu dia berhutang untuk qurban maka hal itu baik” (Majmu’ Fatawa, 26/305).

Kedua, praktik arisan qurban harus terhindar dari riba. Arisan pada hakekatnya adalah akad hutang piutang antar peserta arisan itu sendiri. Peserta yang mendapat undian pertama berhutang kepada peserta berikutnya dan dia berkewajiban melunasi sesuai jumlah hutangnya tersebut. Oleh karena itu perlu disepakati apa yang menjadi objek hutang (ma’qud ‘alaih) dalam arisan qurban tersebut; uang atau hewan qurban.

Jika objek hutang adalah uang, maka harus dipastikan nominal arisan tidak berubah sehingga setiap kali pengundian, jumlah uang yang terkumpul sama jumlahnya. Dalam hal ini, peserta yang namanya keluar, mendapatkan uang bukan hewan qurban dan harus membeli sendiri hewan qurbannya. Jika uang tersebut tidak cukup untuk membeli hewan qurban maka harus ditambah sendiri, dan apabila lebih maka itu memang haknya.

Praktik ini sebenarnya adalah arisan uang, namun disertai komitmen untuk membeli hewan qurban. Jika objek hutang adalah hewan qurban (sebagai maal mutqawwam) maka harus jelas kriterianya, meliputi jenis hewan, umur, dan bobotnya, sementara harga menyesuaikan terhadap hewan tersebut.

Artinya, peserta harus menyadari bahwa nominal arisan mengalami perubahan setiap tahunnya mengikuti harga hewan qurban. Dalam hal ini, nominal tersebut ditetapkan setelah mengetahui harga hewan yang sudah disepakati kriterianya. Khatib al-Syarbini mengatakan: “Jika yang di hutang berupa barang yang bernilai (mutaqawwam) maka harus dibayar dengan barang yang sama kriterianya” (Mughni al-Muhtaj, 2/156).

Jadi, arisan qurban sah dengan ketentuan di atas.

Oleh:
Ustaz Prof. Dr. H. M. Roem Rowi, MA
Dewan Pengawas Syariah LMI


Yuk, tunaikan qurban terbaik Anda di LMI!
Qurban di LMI, Pasti Dapat Hewan Jantan dan Sesuai Syariat dengan Harga Sepadan!


LAZ Nasional LMI Jakarta
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Qurban untuk Orang yang Sudah Meninggal, Bagaimana Hukumnya?

Qurban untuk Orang yang Sudah Meninggal, Bagaimana Hukumnya?

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Ustadz Nasiruddin saya ingin konsultasi. Apakah bisa kalau saya ingin qurban atas nama orang tua saya yang sudah meninggal?
(Zaza – Depok)

Jawaban:

Berkurban sebenarnya disyariatkan untuk orang yang masih hidup, namun qurban atas nama orang yang sudah meninggal – meskipun tanpa wasiat – hukumnya tetap sah menurut jumhur ulama’ (Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan sebagian Syafi’iyah).

Al-Kasani berkata: “Berkurban untuk orang yang sudah meninggal adalah sah karena ketika Rasulullah saw berkurban untuk umatnya, beliau tidak membedakan antara umat yang masih hidup dan umat yang sudah meninggal. (Badai’ al-Shanai’ 5/72).

Ibnu Baz berkata: “Berkurban untuk orang yang sudah meninggal itu baik, termasuk ibadah, ketaatan dan kebaikan yang besar” (Fatawa Nur ‘alad Darb, bab al-Tadhiyah ‘anil mayyit)

Muhammad Shalih al-Munajjid berkata: “Sah berkurban atas nama orang yang sudah meninggal secara terpisah dari qurban orang yang masih hidup, seperti berkurban tersendiri untuk ayahnya atau ibunya yang sudah meninggal” (al-Islam; Sual wa Jawab, No 36596).

Sedikit berbeda dengan pendapat di atas, Imam Nawawi dari Madzhab Syafi’i mengatakan bahwa qurban untuk orang yang sudah meninggal sah hanya ketika terdapat wasiat. (al-Majmu’ Syarah Muhaddzab 8/380)

Oleh:
Ustaz Nasiruddin Al Baijuri, S.Th.I., M.Ag
Dewan Pengawas Syariah LMI


Yuk, Salurkan qurban Anda melalui LMI!
Qurban di LMI Pasti Dapat Hewan Jantan, Sesuai Syariat dengan Harga Sepadan!
Qurban Sapi Kolektif Mulai 2,8 Juta!


Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta 
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019