Tiga kegiatan ekonomi yang dianggap penting dalam ekonomi Islam, yaitu konsumsi, distribusi, dan menabung. Menabung atau menyisihkan sebagian pendapatan sebagai perilaku iqtishad (hemat) sangat dianjurkan. Tetapi, kita perlu berhati-hati bila tabungan itu berubah menjadi ‘timbunan’ (kanz). Ibnu Umar r.a. berpendapat, “Harta yang sudah ditunaikan zakatnya tidak disebut kanz (timbunan), meskipun berada di bawah 70 bumi. Dan bila tidak ditunaikan zakatnya, maka disebut kanz, meskipun berada di atas tanah.” Jadi, zakat merupakan pengeluaran minimal bagi harta atau tabungan yang telah mencapai nishab agar tidak disebut timbunan yang diancam dengan siksa yang pedih.
Zakat tabungan dibayarkan selama tabungan memenuhi kriteria wajib zakat.
Pertama, tabungan berupa uang, emas, dan/atau perak.
Kedua, tabungan itu dimiliki sempurna yang berarti dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya sewaktu-waktu.
Ketiga, jumlah tabungan telah mencapai batas minimal (nishab) wajib zakat.
Keempat, tabungan memenuhi kriteria haul, yaitu telah tersimpan selama setahun.
Besaran untuk masing-masing jenis tabungan (uang-emas-perak) adalah sebesar 2,5%. Dalam penentuan nishab, jenis harta yang berbeda, perhitungan zakatnya tidak disatukan.
A. Tabungan di Bank
Tabungan di bank umumnya dikhususkan untuk keperluan masa depan, seperti tabungan haji, umrah, walimah, sekolah anak, dan sebagainya. Perhitungan zakatnya, saat akhir haul semua saldo di tabungan itu dijumlahkan dan dikalikan 2,5%. Tabungan giro dan deposito yang dimiliki secara sempurna termasuk dalam jangkauan zakat, meskipun belum bisa dicairkan setiap waktu, tetapi uang dalam tabungan deposito dapat diterima secara utuh saat jatuh tempo.
Apabila tabungan, deposito, dan giro berada di bank konvensional, maka zakat dibebankan kepada pokok tabungan. Bunga bank tidak dihitung sebagai harta yang dizakati, tetapi dikeluarkan untuk disalurkan pada pos-pos yang diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Penyaluran Dana yang Tidak Boleh Diakui sebagai Pendapatan (No. 123/2018).
B. Safe Deposit Box
Safe deposit box merupakan layanan yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah berupa jasa penyewaan tempat penyimpanan barang berharga, diantaranya adalah emas. Apabila yang disimpan berupa emas, maka wajib dibayarkan zakat setelah emas tersebut memenuhi kriteria wajib zakat. Begitupula bila barang berharga yang disimpan adalah logam mulia selain emas seperti permata, berlian, mutiara, dan sebagainya, menurut pendekatan ijmali (global) jenis logam mulia ini termasuk objek zakat.
Kewajiban ini ditetapkan berdasarkan dalil-dalil zakat yang menyebutkan kata maal (harta) sebagai objek zakat. Selama barang atau benda disebut harta dan bernilai maka menjadi objek zakat. Dalam pelaksanaan pembayaran zakat tabungan, dikarenakan tidak adanya nash atau dalil tertentu yang mengaturnya secara spesifik, sehingga terjadi perbedaan pada metode penghitungan nishabnya.
Pertama, metode nishab pada saldo akhir haul. Metode ini menyatakan bahwa zakat tabungan dibayarkan ketika saldo akhir tabungan pada akhir haul memenuhi batas nishab. Meskipun apabila pada awal haul jumlah tabungan belum memenuhi nishab, tetapi penambahan tabungan secara periodik sehingga menjadikannya mencapai nishab di akhir tahun, maka pemilik wajib membayarkan zakatnya sebesar 2,5%. Sebaliknya, jika di awal haul tabungan mencapai nishab tetapi di akhir haul tabungan itu berkurang hingga di bawah batas nishab, maka tidak memenuhi kriteria wajib zakat
Kedua, metode saldo terendah. Metode ini meniscayakan kewajiban membayar zakat apabila saldo terendahnya dalam setahun telah melebihi batas nishab.
Ketiga, metode saldo rata-rata. Metode ini melihat batas nishab pada nominal saldo rata-rata bulanan. Jika saldo rata-rata telah memenuhi batas nishab, maka tabungan wajib dizakati, meskipun pada awal dan akhir haul saldo tabungan itu tidak mencapai nishab. Ketiga metode di atas adalah pilihan bagi muzakki untuk menunaikan ibadah maliyahnya (harta), dan untuk meraih berkah tambahan akan harta yang dimiliki dari Allah Sang Maha Pemberi Rizki. Wallahu’alam.
Oleh:
Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA
Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425
Konfirmasi: 0823 3770 6554
LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019
Pertanyaan Konsultasi Syariah:
“Assalamu’alaikum ustadz, izin bertanya, bagaimana cara membersihkan modal dan aset usaha yang sudah terlanjur dibangun melalui hutang bank dan dana riba? Apakah cukup dengan zakat tahunan?”
(Mindi – Banjarnegara)
Jawaban:
Islam adalah agama yang sempurna dan memahami kondisi fitrah manusia yang cenderung berbuat salah. Allah SWT memberikan kesempatan bagi orang yang berbuat kesalahan untuk memperbaiki kesalahannya dengan cara bertaubat. Dengan bertaubat dari dosa, seseorang dianggap sama dengan orang yang tidak melakukan perbuatan dosa tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Ibnu Majah, 4250.
Dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Majah, 2274 Rasulullah menyamakan dosa riba yang paling ringan seperti seorang pria menikahi ibu kandungnya. Hal ini semakin menegaskan bahwa dosa riba sangat serius dan termasuk dosa besar. Namun bagi seorang muslim yang
menyadari kesalahannya dan benar benar mau bertaubat, maka Allah SWT tetap membuka lebar pintu ampunan-Nya. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah: 279 yang artinya:
“Maka jika kamu tidak melakukan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Ayat di atas menegaskan bahwa harta maupun usaha yang diperoleh dengan cara riba masih bisa dibersihkan dan
disucikan, dengan cara:
Bertaubat dan mengakui atas dosa riba yang telah dilakukan.
Memastikan usaha yang akan dijalankan berikutnya terbebas dari riba
Memberikan sisa riba kepada orang yang membutuhkan
*Penting untuk diketahui, bahwa sisa riba yang diberikan kepada orang yang membutuhkan tidak boleh diklaim sebagai harta zakat, karena zakat hanya diambil dari harta yang halal.
Dengan bertaubat, insyaaAllah usaha yang dijalankan kembali bersih, dan semoga mendapatkan barokah dari Allah SWT. Aamiin.
Oleh:
Ustaz Prof. Dr. H. M. Roem Rowi, MA
Ketua Dewan Pengawas Syariah LMI
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
💳 BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425
Konfirmasi: 0823 3770 6554
LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019
Manusia memiliki naluri untuk selalu bersaing dan berkompetisi dengan orang lain. Naluri semacam ini pada dasarnya adalah dorangan nafsu yang sangat besar manfaatnya apabila berhasil diarahkan ke jalan yang baik. Pemanfaatan nafsu di jalan yang benar setidaknya tergambar dalam hadis Rasulullah yang membolehkan iri pada dua orang; yaitu orang kaya yang menggunakan hartanya di jalan yang benar dan orang yang memiliki kebijaksanaan dan mampu mengaplikasikannya dan mengajarkannya. (Sahih Bukhari: 73).
Dalam rangka ‘memanfaatkan’ nafsu tersebut, kita diperintahkan untuk fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan.
Ada banyak perbuatan baik yang bisa dikerjakan. Dimensi kebaikan ini tidak terbatas pada ibadah mahdah semata, melainkan juga ibadah ghairu mahdah dalam berhubungan antara sesama manusia.
Berlomba-lomba dalam kebaikan bermanfaat bagi kita dalam beberapa hal antara lain :
Pertama, membuat waktu tidak terbuang percuma. Saat berlomba-lomba dalam kebaikan, kita akan fokus pada deretan amalan baik yang hendak kita lakukan. Tidak ada waktu bagi kita untuk bersantai dah tidak melakukan apa-apa. Bagi kita yang gemar melakukan kebaikan akan senantiasa mengisi waktu luang dengan amalan yang diridhoi Allah SWT. Sehingga waktu yang Allah berikan kepada kita tidak akan terbuang sia-sia.
Kedua, energi kita akan tersalurkan pada Kegiatan yang positif. Ketaatan kita terhadap perintah Allah SWT akan mendorong kita untuk melakukan kegiatan yang positif. Kita akan enggan menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan yang tidak diridhoi Allah. Sehingga energi yang kita miliki akan senantiasa disalurkan pada amalan-amalan baik. Terbuangnya energi terasa tidak sia-sia, karena perbuatan yang kita lakukan akan mendatangkan manfaat yang besar dan pahala berlimpah.
Ketiga, selamat dari godaan setan. Banyak cara yang dilakukan setan untuk menyesatkan manusia. Salah satunya dengan menggoda dan membisikan perbuatan maksiat kepadanya. Tugas kita untuk meneguhkan keimanan sehingga tidak mudah tergoda oleh bisikan setan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Marilah kita tanamkan komitmen dalam diri kita masing-masing bahwa di tahun 2023 ini tidak ada hari tanpa berkompetisi dalam kebaikan….
Bismillah …..
—————————-
Ustadz Nasiruddin Al Bajuri, S. Ag., M. Th. I.
Dewan Pengawas Syariah Laznas LMI
————————
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
💳 BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
— LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019