Tiga kegiatan ekonomi yang dianggap penting dalam ekonomi Islam, yaitu konsumsi, distribusi, dan menabung. Tiga kegiatan ini didasarkan pada ayat: “Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al An`am: 141).
Konsumsi, ditunjukkan oleh perintah, “Makanlah dari buahnya bila dia berbuah”. Distribusi, terkandung dalam perintah, “Tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya”. Sedangkan menabung, tersirat di balik larangan, “Janganlah kamu berlebih-lebihan”. Praktik menabung juga didasarkan pada pengalaman Nabi Yusuf –`alaihissalam- yang termaktub dalam Surat Yusuf ayat 47 “Supaya kamu bertanam tujuh tahun sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya, kecuali sedikit untuk kamu makan”.
Menurut Syekh Sya’rawi –rahimahullah-, ayat ini menyilahkan untuk menikmati sedikit dari hasil panen (usaha) dan menyisihkan sebagiannya untuk disimpan. Allah memberi Yusuf ilmu tentang iqtishad (hemat) dan metode takhzin (penyimpanan) dengan cara membiarkan gandum tetap di bulirnya.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan bahwa seorang sahabat berkata, “Ya Rasulallah, sebagai bukti taubatku aku melepas semua hartaku sebagai shadaqah untuk Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah menjawab: “Tahanlah (simpanlah) sebagian hartamu, yang demikian itu lebih baik bagimu.” Ayat dan beberapa hadits di atas menunjukkan bahwa menyisihkan sebagian pendapatan sebagai perilaku iqtishad (hemat) yang dianjurkan.
Akan tetapi, yang perlu berhati-hati adalah bila tabungan itu berubah menjadi ‘timbunan’ (kanz). Karena menimbun itu buruk, kontra produktif, merusak ekonomi, dan bertentangan dengan maqashidu al maal (tujuan harta): flow concept. “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan): “Inilah hartamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. Al Taubah: 34-35)
Imam Qurthubi –rahimahullah- berkata, “Ulama berbeda pendapat tentang status harta yang ditunaikan zakatnya. Apakah termasuk timbunan? Ada yang berpendapat “ya” dan ada juga yang berpendapat “tidak”. Ibnu Umar –radhiyallahu `anhuma- berpendapat, “Harta yang sudah ditunaikan zakatnya tidak disebut kanz (timbunan), meskipun berada di bawah 70 bumi. Dan bila tidak ditunaikan zakatnya, maka disebut kanz, meskipun berada di atas tanah.” Jadi, zakat merupakan pengeluaran minimal bagi harta atau tabungan yang mencapai nishab agar tidak disebut timbunan yang diancam dengan siksa yang pedih.
Zakat tabungan berarti zakat yang dibayarkan dari tabungan yang dimiliki selama memenuhi kriteria wajib zakat. Pertama, tabungan berupa uang, emas, dan/atau perak. Kedua, tabungan itu dimiliki sempurna yang berarti dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya sewaktu-waktu. Ketiga, jumlah tabungan uang, emas, perak telah mencapai batas minimal (nishab) wajib zakat, yaitu untuk emas sejumlah 85 gram; uang senilai dengan 85 gram emas; dan perak mencapai 595 gram. Keempat, tabungan memenuhi kriteria haul, yaitu telah tersimpan selama setahun. Besaran untuk masing-masing jenis tabungan (uangemas-perak) adalah sebesar 2,5%. Dalam penentuan nishab, jenis harta yang berbeda tidak disatukan. Nishab emas berbeda dengan nishab perak, dengan demikian keduanya tidak digabung.
Adapun tabungan emas dan uang, sebagian ulama berpendapat kedua digabung mengingat terdapat kesamaan nishab dan kadar zakat yang dibayarkan. Tetapi ulama lain berpandangan bahwa zakat emas dan zakat uang dibayarkan tersendiri, tidak digabung.
Bersambung ke part 2 dalam Rubrik bulan Januari, ya!
Oleh:
Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA
Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
————————
Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf melalui Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
💳 BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq
atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425
Konfirmasi: 0823 3770 6554
—
LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Desa Putera No.5 RT 1 RW 17, Kel. Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019