Belajar untuk Memaafkan

Belajar untuk Memaafkan

Di suatu massa, Abu Bakar pernah marah terhadap sepupunya, Misthah bin Utsatsah yang turut menjadi provokator fitnah yang menimpa Aisyah dalam peristiwa haditsul ifki. “Demi Allah aku tidak akan memberikan bantuan kepada Misthah sebab apa yang telah ia katakan tentang Aisyah”, tegas Abu Bakar.

Kemudian, Allah SWT menurunkan surat An Nur (24) ayat 22 yang berbunyi, “… dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Sesaat setelah mendapati informasi mengenai ganjaran bagi mereka yang memaafkan, Abu Bakar pun segera memaafkan Misthah, “Karena dengan aku memaafkan, Allah mengampuni dosa-dosaku”, jelasnya.

Demikianlah balasan bagi sang pemberi maaf, yakni ampunan Allah akan dosa-dosa yang telah lalu. Nah, siapakah disini yang ingin mendapatkan ampunan? Meski tidak mudah untuk memaafkan orang yang menyakiti hati kita, mari tetap belajar untuk bisa memaafkan.

Pertama, tenangkan diri dengan mencoba memahami banyak hal. Ambil jeda waktu untuk tidak bertemu dengan pihak yang membuat kita sakit hati; baik secara langsung maupun tidak, dengan tujuan untuk mengistirahatkan hati yang sedang terluka.

Hal ini juga pernah dilakukan oleh Rasulullah pasca Fathu Makkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan Wahsyi bin Harb, pembunuh Hamzah di Perang Uhud yang sudah masuk Islam. “Apakah kamu Wahsyi?”, tanya Rasulullah. “Kamukah yang membunuh pamanku Hamzah?”, lanjutnya. Tetapi menariknya, untuk menjaga perasaan Rasulullah Wahsyi menjawab, “Qad kana minal amri maa balaghaka; Sebagaimana informasi yang engkau terima Ya Rasulullah”.

Rasulullah pun secara gamblang meminta, “Fahal tastathi’u an tughayyiba wajhaka ‘anni; Apakah aku bisa tidak melihat wajahmu?”. Disini, Rasulullah tidak ingin bertatap muka atau bertemu bukan untuk menunjukkan kebencian dan putusnya silah ukhuwah. tetapi, ini bisa menjadi solusi untuk menenangkan hati.

Kedua, nilai segala sesuatu dengan sudut pandang kebaikan. Disaat perasaan merasa sangat tersinggung, fitnah bertebaran, pun ketika dizalimi orang sekitar yang begitu meluka hati, tetap cobalah untuk melihat bahwa setiap apa yang Allah takdirkan pasti ada selipan kebaikan didalamnya.

Maka, belajarlah untuk menilai dari sisi kebaikan. Apalagi dengan maqbulnya doa-doa orang yang terzalimi, manfaatkan momen ini sebagai waktu untuk memohon sebanyakbanyaknya kebaikan bagi diri dan sekitar kepada Allah. Tadabburi ayat atau hadits tentang balasan akan perilaku sabar dan cari sudut pandang lainnya sehingga dengan itu rasa sempit dan sakitnya hati sedikit demi sedikit dapat berkurang dan menjadikan diri ini bangkit kembali.

Ketiga, Balaslah dengan kebaikan. Hal ini mengikuti titah Allah dalam surat Fushilat (41) ayat 34 yang berbunyi, “Tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan perilaku yang lebih baik sehingga orang yang ada permusuhan denganmu sertamerta menjadi seperti teman yang sangat setia.” Kedepankan logika berpikir yang objektif dengan mengingat kebaikankebaikan yang dulu biasa atau pernah dia lakukan. Semoga mempermudah kita untuk belajar memaafkan.

Sebuah kisah dicontohkan oleh seorang ahli surga yang mengajarkan untuk memaafkan sebelum orang lain meminta maaf padanya. Ia menceritakan hal ini kepada Abdullah bin Amru bi Ash. “Anni laa ajidu fi nafsiili li ahadin minal muslimina ghisysyan; Aku tidak merasa dengki dan dendam dalam hatiku kepada seorang muslim pun” (HR. Ahmad). Sebab memaafkan adalah sesuatu yang sulit dilakukan, maka Allah janjikan ganjaran besar padanya.

Keempat, doakan kebaikan untuk mereka. Mari berharap pinta kepada Allah semoga hati ini selalu terjaga dari dendam dan dengki. Sering-seringlah melafalkan doa-doa terbaik untuk menjaga hati, salah satunya, “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hasyr: 10).

Maka, terhadap apapun yang dialami saat ini, mari berlatih untuk memaafkan dan jadikan ia sebagai pengalaman dan pelajaran kehidupan untuk masa depan. Bitaufiqillah.

Oleh:
Ustaz Heru Kusumahadi M.PdI
Pembina Surabaya Hijrah (KAHF)

————————

Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf di Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
💳 BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Gelatik I Blok V2/2 Rengas, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Tawakkal vs Ikhtiar

Tawakkal vs Ikhtiar

Tawakkal Vs Ikhtiar?

Oleh: Ust. Nashiruddin
Staf Ahli Dewan Pengawas Syariah Laznas LMI

Setiap peristiwa terjadi sepengatahuan dan sesuai kehendak Allah Swt. Bahkan, daun yang lepas dari tangkainya pun atas izin Allah Maha Tahu (QS.6:59). Coronavirus disease-19 (covid-19) atau biasa disebut virus corona yang saat ini menghantui seluruh umat manusia juga terjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Pertanyaannya, bagaimana sikap kita?

Beberapa waktu lalu ada segelintir orang yang berusaha membenturkan ikhtiar dengan ketakwaan. Mereka menuduh orang yang waspada dan melakukan upaya pencegahan sebagai orang yang tidak bertakwa, karena dianggap lebih takut pada virus daripada takut kepada Allah, lalu mereka mengajak orang lain untuk tawakal sesuai versi mereka.

Di dalam Islam, pasrah sebelum ikhtiar bukanlah tawakkal melainkan sikap membahayakan diri sendiri dan putus asa dari rahmat Allah. Membahayakan diri sendiri merupakan larangan Allah (QS.2:195), sedangkan putus asa adalah sebagian dari sifat orang kafir (QS.12:87).

Lebih spesifik lagi, Rasulullah sudah pernah mengingatkan kita agar tidak berusaha masuk ke daerah yang terkena wabah menular (Bukhari: 3473 dan Muslim: 2218). Di dalam riwayat lain Rasulullah menyuruh kita lari dari penderita kusta sebagaimana kita lari dari singa (Bukhari: 5707).

Apakah Rasulullah mengajarkan kita agar lebih takut pada wabah daripada takut kepada Allah? Tentu tidak demikian cara memahaminya. Tindakan yang diajarkan oleh Rasulullah adalah salah satu bentuk ikhtiar, dan bukan berarti tidak tawakkal. Tawakkal wilayahnya hati, sementara upaya menghindari virus wilayahnya raga. Kedua hal yang berbeda wilayah ini tidak akan pernah bertentangan, melainkan bersamaan membentuk keseimbangan.

Ketika Khalifah Umar bin Khattab menempuh perjalanan jauh menuju Damaskus, sebelum memasuki gerbang kota ia mendapat berita bahwa Damasukus sedang dilanda wabah menular. Khalifah kemudian memutuskan untuk kembali ke Madinah, tentu bukan karena lebih takut pada wabah daripada takut kepada Allah, melainkan karena menghindari wabah adalah perintah Allah dan Rasul-Nya.

Terus berikhtiar, lakukan dengan sabar, In Sha Allah kita terhindar. Aamiin.

————————

Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf di Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
💳 BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

atau klik https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Gelatik I Blok V2/2 Rengas, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Hukum Zakat Profesi

Hukum Zakat Profesi

Dalam undang-undang RI Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat, pendapatan dan jasa merupakan objek dari Zakat Maal. Saudi Arabia adalah negara yang mendahului adanya regulasi ini. Peraturan Kerajaan tentang Kewajiban Zakat No. 8634 tahun 1370 H/1951 M menyebutkan bahwa modal dan laba, pendapatan dan penghasilan individu atau perusahaan yang diperoleh melalui tijarah (bisnis), shina`ah (industri), a`mal syakhsiyah (wiraswasta) merupakan objek zakat. Begitu pula undang-undang zakat Republik Sudan tahun 1413 H/1993 M menyebutkan wajibnya zakat atas gaji, upah, bonus, dana pensiun, dan penghasilan profesional.
Meskipun beberapa negara telah menetapkan regulasi zakat profesi, tetapi implementasinya terjadi pro dan kontra. Perbedaan ini wajar, mengingat tidak ditemui adanya dalil yang jelas, spesifik, dan definitif menyebutkan ratib (rawatib-gaji tetap) sebagai objek zakat. Selain itu, `Urf (tradisi) gaji tetap atau pendapatan profesi belum dikenal pada masa kenabian maupun khulafaurrasyidin. Pihak yang menolak zakat profesi menggunakan pendekatan tafshili (rinci) dalam penetapan objek zakat. Bahwa objek zakat hanyalah jenis harta yang secara spesifik disebutkan oleh dalil, yaitu hasil pertanian (petani), barang dagangan (pedagang), hewan ternak (peternak), dan tambang. Sedangkan jenis harta yang tidak disebut oleh dalil tidak termasuk objek zakat. Alasan lain, substansi zakat profesi adalah gaji dan pendapatan berupa uang, padahal terdapat aturan syar`i terkait zakat uang itu sendiri. Yaitu, dalam satu objek (uang) tidak diperkenankan zakat ganda, maka penetapan zakat profesi (berupa uang) berpotensi menganulir zakat uang yang diakui oleh syara`. Meskipun, pihak yang tidak menyetujui zakat profesi, sesungguhnya mereka tetap mewajibkan zakat atas uang yang biasanya diperoleh dari hasil kerja dan profesi. Sedangkan pihak yang menyetujui zakat profesi menggunakan pendekatan ijmali (global), bahwa banyak dalil tentang zakat menyebutkan kata maal (harta) sebagai objek zakat. Dalil tersebut di antaranya: 1. Surat Al-Baqarah: 267, “Hai orangorang yang beriman, infaqkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik …” (Al Baqarah: 267). Imam Al-Bukhari menyebutkan ayat di atas dalam Shahihnya pada Kitab Al-Zakat Bab Shadaqah al-Kasbi (penghasilan) dan Perdagangan. Sedangkan Ibnu Katsir meriwayatkan pendapat Ibnu Abbas yang menafsirkan ayat di atas dengan: (menginfakkan) harta-harta yang baik yang dikaruniakan oleh Allah, yaitu harta yang mereka usahakan. 2. Surat Al-Mukminun: 4, “Walladziina hum lizzakaati faa`iluun”. Ayat ini diterjemahkan dengan ‘orang-orang yang membayar zakat’ sebagai ciri orang beriman. Tetapi Syaikh Mutawalli Sya`rawi berpendapat bahwa ayat ini lebih tepat dimaknai sebagai ‘orangorang yang demi untuk berzakat mereka bekerja’. Sehingga diantara ciri orang beriman adalah mereka yang semangat bekerja, mencari penghasilan lebih untuk selanjutnya membayarkan zakatnya. Syariat zakat maal menyaratkan nishab, yaitu batas minimal seorang muslim disebut kaya dengan hartanya sehingga berkewajiban zakat. Sebagai objek baru hasil ijtihad, para pendukung zakat profesi berbeda dalam penentuan nishab. Pendapat pertama, nishab gaji dan pendapatan disamakan dengan nishab hasil pertanian, yaitu sekitar 653 kg beras. Alasannya karena gaji dan penghasilan merupakan buah dari suatu pekerjaan, begitupula hasil pertanian yang merupakan hasil kerja dan upaya petani. Pendapat kedua, menyamakan nishab zakat profesi dengan uang (nuqud), setara dengan 85 gram emas. Alasannya adalah karena seorang pekerja atau profesional memperoleh gaji dan pendapatan berupa uang. Pendapat ketiga, melakukan pemilahan, bahwa nishab gaji disamakan dengan uang, sedangkan pendapatan wirausaha disamakan dengan hasil pertanian. Pembedaan ini dilakukan mengingat ‘gaji’ bersumber dari kerja saja, sedangkan penghasilan wirausaha bersumber dari kerja dan modal finansial. Syarat nishab inipun memantik diskusi di kalangan ulama, apakah dihitung dari penghasilan kotor (bruto) atau penghasilan bersih (netto). Mayoritas fuqaha cenderung pada pendapatan netto sebagai pertimbangan nishab. Karena seseorang disebut kaya ketika segala kebutuhan pokok terpenuhi, sehingga harta lebihannya menentukan status sebagai muzakki atau tidak. Bila terkait kadar yang dibayarkan, mayoritas fuqaha kontemporer menetapkan angka 2,5%, sebagaimana kadar zakat uang. Kadar ini dipilih mengingat pendapatan profesional didasarkan pada upaya dan hasil kerjanya. Angka ini juga diinspirasi oleh praktik Ibnu Mas`ud dan Umar bin Abdul Aziz yang memotong zakat dari setiap al-`atha` (imbalan kerja) 1000 dipotong 25. Sebagian fuqaha kontemporer konsisten dengan pemilahan antara gaji murni dan hasil usaha mandiri. Bahwa kadar zakat gaji adalah 2,5% karena dihasilkan dari kerja yang dicurahkan, adapun wirausaha yang mengandalkan kerja dan modal finansial diqiyaskan dengan kadar zakat pertanian, yaitu 5% hingga 10%. Sebagai titik temu dari ragam pendapat di atas, dapat diambil benang merah bahwa,
zakat profesi dibebankan atas uang (gaji/pendapatan yang diperoleh). Dengan nishab didasarkan pada kekayaan netto, meskipun terbuka pula memilih perhitungan nishab atas dasar penghasilan bruto.
Adapun syarat haul, tetap mengikat pada kewajiban zakat harta. Tetapi terkait zakat profesi, sebagian fuqaha kontemporer yang mengqiyaskan zakat profesi dengan maal mustafad tidak mengambil syarat haul tersebut. Sehingga seseorang dapat berzakat saat pendapatan diperoleh. Tetapi, pendapat mayoritas ulama menganggap keharusan syarat haul untuk pembayaran zakat. Meskipun demikian, dalam praktiknya dimungkinkan bagi muzakki untuk mengeluarkan zakat profesinya tiap kali memperoleh pendapatan. Yang demikian termasuk bab ta`jilu (menyegerakan) membayar zakat demi meringankan muzakki sekaligus agar dapat segera dirasakan manfaatnya oleh mustahik. Sebagaimana Al-Abbas paman Rasulullah pernah mendahulukan membayar zakat atas tanggungan tahun berjalan dan tahun mendatang. Wallahu a`lam bisshawab. Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ———————— Sobat zakat, salurkan zakat profesi Anda melalui LAZ Nasional LMI melalui: Transfer Bank 💳 BSI: 708 2604 191 a.n Lembaga Manajemen Infaq Atau klik: https://www.bantusemua.id/product/zakat-penghasilan/ Konfirmasi: 0823 3770 6554 — LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat Jalan Gelatik I Blok V2/2 Rengas, Ciputat Timur, Tangerang Selatan www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554 SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021 SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019
Kontribusi Zakat untuk Stabilisasi Moneter, Apakah Bisa?

Kontribusi Zakat untuk Stabilisasi Moneter, Apakah Bisa?

Seperti yang kita ketahui, zakat merupakan salah satu instrumen untuk mendistribusikan harta dari orang yang mampu (muzakki) kepada orang yang membutuhkan (mustahik). Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim sekaligus berpotensi menjadi sarana yang efektif dalam menunjang stabilitas ekonomi.

Sementara itu, jika membahas kebijakan moneter, maka hal ini berhubungan erat dengan kebijakan dalam mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat agar tingkat inflasi terkendali dan nilai tukar uang berada di batas yang wajar. Hal ini dapat diukur dengan dua cara, yaitu:

Bagaimana nilai uang negara bila dibandingkan dengan mata uang lain, dan yang kedua bagaimana nilai uang yang ada di negara tersebut bila dibandingkan dengan nilai barang dan jasa nya. Seperti dalam teori permintaan dan penawaran, apabila jumlah uang beredar sedikit, maka kemungkinan harga barang akan naik.

Lalu, mengapa zakat disebut sebagai instrumen yang tepat dalam menunjang kestabilan perekonomian negara? Sebagaimana hukum dari harta/simpanan yang tidak produktif, apabila telah mencapai haul dan nishab, maka wajib untuk dikeluarkan zakatnya. Implikasinya, para muzakki perlu untuk memproduktifkan hartanya sehingga harta tersebut dapat berkembang. Hal ini berdampak pada munculnya dorongan produktivitas di sektor riil dan menciptakan sumber lapangan pekerjaan.

Begitu juga pengaruhnya di sektor moneter. Saat muzakki membayar zakatnya, pada saat itulah nominal penyaluran uang kepada mustahik menjadi meningkat, sehingga zakat membuat mustahik dapat meningkatkan konsumsinya. Dengan peningkatan konsumsi mustahik inilah, maka akan meningkat pula permintaan barang dan jasa. Peningkatan ini tentunya tidak membuat kelangkaan, karena telah ditutup oleh muzakki yang juga melakukan investasi di sektor riil.

Hal ini berdampak pada level tingkat inflasi dapat ditekan, tetapi tingkat konsumsi masyarakat miskin dan kesejahteraan meningkat.

Bagaimana dengan cara zakat sehingga dapat menjaga jumlah peredaran uang? Logika yang sama seperti zakat dapat menekan inflasi sebelumnya, dimana dampak dari distribusi kekayaan dari muzakki ke mustahik akan meningkatkan peredaran uang di masyarakat. Dalam kata lain, pemerintah tidak perlu mencetak uang, dikarenakan uang yang beredar tetap, sedangkan yang berubah adalah jalur peredarannya.

Dapat diambil hikmah, bahwa zakat bisa berperan dalam menstabilisasi moneter di suatu negara. Akan tetapi, hal ini tidak dapat tercapai bila tanpa adanya dukungan dari seluruh pihak terutama kesadaran masyarakat dalam membayar zakat, padahal banyak studi empiris yang membahas terkait pengaruh zakat terhadap perekonomian. Melalui tulisan ini, mungkin hanya sepersekian penjelasan dari manfaat zakat itu sendiri. Kontribusi zakat berperan sebagai pendorong agar harta senantiasa produktif, sehingga peredaran uang pun berputar sempurna. Selain itu, para penerima manfaat dari zakat juga mengalami peningkatan kemampuan dalam memenuhi kebutuhannya, dan dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.

Oleh:
M Jaenudin
Manajer Penelitian dan Pengembangan Laznas LMI

————————

Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf di Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
💳 BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

Atau klik: https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Gelatik I Blok V2/2 Rengas, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019

Zakat Pertanian

Zakat Pertanian

Sektor pertanian menjadi salah satu penopang utama kegiatan ekonomi. Beberapa negara bahkan bergantung pada pertanian sebagai pendapatan nasionalnya. Pertanian mengalami diversifikasi dan perkembangan sains teknologi yang cukup pesat sehingga berdampak pada perubahan metode produksi, penyimpanan, dan pemasaran. Hal ini berdampak pula pada beberapa jenis hasil pertanian yang di masa lalu tidak dikategorikan sebagai objek zakat sebab berusia pendek, tetapi dengan kemajuan teknologi penyimpanan, kini komoditas itu lebih panjang usianya. Keberadaan zakat hasil pertanian didasarkan pada beberapa dalil berikut: Allah -ta`ala- berfirman, “Wahai orang-orang beriman! Infakkanlah sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu” (QS. AlBaqarah: 267) Kalimat ‘apa yang Kami keluarkan dari bumi’, menurut Imam Al-Qurthubi, merujuk kepada tanaman (nabaat), tambang (ma`adin), dan purbakala (rikaz). Ayat lain yang dijadikan acuan adalah Surat Al-An’am ayat 141: “Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”. Objek Zakat Pertanian Dalam sebuah hadits menyebutkan bahwa Rasulullah mengutus Abu Musa alAsy’ari dan Mu’adz bin Jabal dan berpesan kepada keduanya agar tidak mengambil zakat pertanian kecuali dari empat jenis komoditi, yaitu gandum kasar, gandum halus, kurma dan anggur kering (kismis) (HR. Hakim dan al-Baihaqi). Selain empat komoditas di atas, ulama berbeda pendapat, apakah tergolong objek zakat atau tidak. Sebagian ulama berpandangan adanya zakat di luar empat jenis komoditas itu sebab dijumpai dalil-dalil lain yang menyebutkan objek zakat selain empat jenis yang disebutkan dalam hadits diatas. Para ulama yang melakukan qiyas (analogi) untuk menentukan objek zakat pertanian berbeda dalam penentuan illat (sebab/alasan) sehingga ditemukan perbedaan pada turunan komoditas pertanian yang menjadi objek zakat.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat diwajibkan atas apa saja yang merupakan hasil bumi, termasuk segala tanaman untuk mendayagunakan lahan seperti biji-bijian (hubub), buah-buahan (tsimar/fawakih), dan sayur-mayur (khadlrawat). Imam yang dikenal rasional ini menggunakan dalil-dalil umum yang menyebutkan kewajiban zakat atas apa saja yang merupakan hasil bumi (akhrajnaa lakum min al-ardl). Dalil yang menyebutkan empat jenis bukan menjelaskan hukum umum, melainkan menyebutkan realitas khusus di Yaman bahwa empat jenis itulah yang menjadi makanan pokok mereka. Imam Malik dan Imam Syafi`i berpendapat bahwa zakat pertanian dibebankan pada jenis tanaman yang tergolong kebutuhan pokok (quut) dan dapat disimpan (yuddakhar) untuk jangka panjang. Imam Ahmad berpendapat bahwa hasil pertanian yang dikenakan zakat adalah jenis yang dapat ditakar (yukaal) dan disimpan (yuddakhar). Terhadap perbedaan pendapat ini pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 52/2014 menyebutkan objek zakat yang lebih umum dengan kategori zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Nishab Zakat Pertanian Nishab zakat pertanian mengacu pada hadits Nabi SAW yang menyebutkan: “Tidak wajib bayar zakat (pertanian) pada komoditi yang kurang dari lima ausuq” (HR. Muslim) Lima ausuq jika dikonversi ke dalam timbangan (kg) dijumpai ragam perbedaan. Ada yang menghitung bahwa 5 ausuq setara dengan 720 kg atau setara 652,8 kg. Dijumpai pula yang menyebutkan rincian 5 ausuq sebagai nishab spesifik berdasar jenis hasil tanaman, sebagaimana disebutkan dalam Fathul Qadir fi ‘Ajaib al-Maqadir: nishab beras putih = 815,758 kg, nishab kacang hijau = 780,036 kg, nishab tacang tunggak = 756,697 kg, nishab padi = 1631,516 kg = 1,631 ton gabah kering, nishab padi kretek = 1323,132 kg = 1,323 ton gabah kering. Kementerian Agama melalui PMA di atas menentukan standar nishab untuk semua jenis komoditas pertanian, perkebunan, dan kehutanan yaitu senilai 653 kg gabah. Lalu, berapakah kadar zakat pertanian yang sesuai dengan tata aturan hukum islam? Pembahasan lebih lanjut akan kami paparkan di edisi selanjutnya, ya! Oleh: Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ———————— Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf di Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank: 💳 BSI: 708 2604 191 a.n Lembaga Manajemen Infaq Atau klik: https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425 Konfirmasi: 0823 3770 6554 — LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat Jalan Gelatik I Blok V2/2 Rengas, Ciputat Timur, Tangerang Selatan www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554 SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021 SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019
Cerita Muzakki Inspiratif, Ibu Jahriyah

Cerita Muzakki Inspiratif, Ibu Jahriyah

Ibu Jahriyah, wanita berusia 72 tahun ini sekarang hanya tinggal bersama suami karena anak-anaknya telah memiliki rumah tangga masing-masing. Beliau merupakan seorang pensiunan tenaga pendidik yang telah mengabdi selama 43 tahun di Kalimantan Selatan. Meski di usia yang tak lagi muda, beliau tetap semangat dan aktif menjadi pengurus organisasi Aisyiyah di daerahnya.

Dalam kesehariannya beliau mengikuti kegiatan majelis ilmu, menghafal dan menerjemahkan Al-quran. Bagi beliau dengan aktif berkegiatan di luar rumah akan banyak manfaat yang didapatkan salah satunya menyambung silaturahim. Beliau percaya dengan silaturahim maka Allah akan memperpanjang umur hambanya. Begitu juga dengan menuntut ilmu, Allah akan menaikkan derajat orang tersebut.

Ibu yang dikaruniai enam orang anak ini benar-benar memanfaatkan waktu dan hartanya sebaik mungkin. Sebab uang pensiun beliau dipergunakan untuk membantu kerabat yang kurang mampu, dibagikan ke pantipanti Asuhan, dan lembaga zakat yang ada di Kota Banjarmasin. Ibu Jahriyah telah menjadi donatur LMI sejak tahun 2020. Bagi beliau berkah bersedekah itu banyak, antara lain rezeki berkah dan bertambah, serta disehatkan badannya.

Satu prinsip yang dijunjung oleh Ibu Jahriyah yaitu bahwa ketika sudah berusia tua, lebih baik dihabiskan untuk menebar manfaat dan berbagi kepada orang yang membutuhkan. Pesan beliau, kita harus selalu menjalankan amar ma’ruf nahi munkar untuk mendapat ridho dari Allah SWT.

Sobat, yuk teladani semangat Ibu Jahriyah, di usia yang tak lagi muda semangatnya untuk bersedekah tak pernah padam!

————————

Tunaikan Zakat Infaq Sedekah dan Wakaf di Lembaga Amil Zakat Nasional LMI, transfer bank:
💳 BSI: 708 2604 191
a.n Lembaga Manajemen Infaq

Atau klik: https://www.zakato.co.id/payment/?pid=1425

Konfirmasi: 0823 3770 6554


LAZ Nasional LMI Jakarta – Banten – Jawa Barat
Jalan Gelatik I Blok V2/2 Rengas, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
www.zakato.co.id | Hotline: 0823 3770 6554
SK Kementrian Agama Republik Indonesia No. 672 Tahun 2021
SK Nazhir Wakaf Uang BWI No. 3.3 00231 Tahun 2019